Tiba-tiba malam ini ingat cerita pendek yang pernah di-share seorang teman di email. Hmm kurang lebih seperti ini…
Alkisah ada seorang anak laki-laki bernama Robert, yang sangat suka marah-marah dan berkata kasar ketika marah. Ayahnya sangat prihatin dan berfikir bagaimana untuk menghadapi sikap Robert. Suatu hari sang ayah memanggil Robert dan memberikan sekantong paku beserta palunya.
“Kalau kau marah, jangan lampiaskan kemarahanmu kepada orang lain tapi lampiaskan lah dengan memaku paku ini di kayu itu”Kata sang ayah sambil menunjuk batang kayu polos di belakang rumah mereka. Robert mengangguk dan tidak berani membantah.
Semenjak hari itu, setiap kali marah maka Robert memaku satu paku ke batang kayu. Pada awalnya dia memaku hingga lebih dari 5 kali sehari namun lama kelamaan frekuensi itu menurun hingga akhirnya sudah sangat jarang sekali. Sang ayah memperhatikan perubahan itu.
Suatu hari sang ayah memanggil Robert kembali.
“Kenapa sudah lama sekali kamu tidak lagi memaku batang itu?”Tanya sang Ayah.
“Ternyata sangat melelahkan ayah, jadi aku memilih untuk tidak marah-marah lagi karena aku pikir marah-marah sangat membuang energiku jadi lebih baik aku menyalurkan energiku untuk hal lain yg lebih menyenangkan”Jawab Robert.
Sang Ayah tersenyum puas.”Nah gitu dong”
Sang Ayah kemudian mengajak Robert ke batang kayu yg sekarang penuh dengan paku.
“Sekarang Ayah ingin kamu mencopot semua paku yang ada di batang ini”Kata sang ayah.
Walau dengan heran, Robert mengikuti perintah ayahnya.
Setelah seluruh paku dicabut, sang ayah kembali bertanya “Menurut kamu, apakah batang pohon ini sama dengan batang pohon yang dulu?”
“Tentu saja berbeda, Ayah”
“Oh ya? Kan sama saja. Sekarang sama sekali tidak ada paku yang menancap di batang ini. Sama seperti dulu”Ujar ayahnya.
“Tapi ayah, batang ini sudah penuh dengan bolongan paku”
“Ya kamu betul sekali anakku, ini sama seperti saat kita ‘menancapkan paku’ dihati orang, kita menyakitinya. Walaupun sudah meminta maaf dan sudah dimaafkan namun tetap saja tidak seperti sedia kala.”
Robert mengerutkan keningnya.
“Maksud ayah, pikirkanlah setiap omongan dan tingkah laku kita sebelum kita berkata dan bertindak agar kita tidak menyakiti orang lain”.
Robert termenung.
Begitu juga saya saat mengingat kembali cerita ini. Ah mudah sekali saya melupakan hal yang sepenting ini.
Saat emosi mengendalikan diri dan setan mencengkram jiwa, kita memang sering kali lupa bahwa kita bisa menyakiti orang lain dan hal itu akan kita sesali dikemudian hari. Itu yang terjadi pada saya.
Saya sering kali lupa beristigfar kala emosi. Astagfirullah, Ya Allah hindarkanlah hamba-Mu ini dari tutur kata dan perilaku yang dapat menyakiti orang lain. Berikanlah lebih banyak kesabaran dan tenangkanlah hati hamba. Amin.
I’m truly sorry, didn’t mean to hurt you and make you cry.
Ah penyesalan selalu datang belakangan.
nice... ^_^
ReplyDeletepenuh makna...
Alhamdulillah :)
Deletethx for sharing n reminder......Alhamdulillah
ReplyDeleteyour welcome...^_^
Delete