Beberapa waktu lalu, saya mengikuti training yang 30% pesertanya adalah psikolog dan lulusan psikologi. Menyenangkan sekedar ngobrol dan berdiskusi dengan mereka. Beberapa hari bersama selama 8 jam sehari membuat kami akrab. Dihari terakhir tiba-tiba salah seorang dari teman baru saya itu mendekati saya, dia membaca buku notes saya dan berkomentar "Dirimu anak bungsu ya? dan orang yang kalau sudah dekat baru bisa attach banget dan kalau belum dekat maka akan introvert dan jaim"...
Hahaha gotcha Di..pekik saya dalam hati. Aaarghhh saya di'baca' dari tulisan tangan saya (>.<)...
Tapi kurang lebih benar...
Hanya sedikit orang yang tahu apa yang saya pikirkan. Hanya sedikit orang yang benar-benar attach dengan saya. Saya harus benar-benar merasa nyaman dan percaya pada orang tersebut sebelum saya bisa 'membuka' diri. Dan biasanya butuh waktu yang cukup lama.
Saat saya sedih, kesal, dan marah banget, jarang saya bisa langsung ungkapkan. Biasanya saya endapkan terlebih dahulu, nah kalau sudah 'nyesek' banget barulah saya 'nyampah'. Hiiiks saya agak kurang bisa mencari padanan kata yang lebih beradab dari 'nyampah', karena hakekatnya sama. Membuang 'sampah' aura negatif supaya setelah itu saya bisa lebih 'bersih'.
Untuk membuang 'sampah' itu, rasanya kita semua pasti membutuhkan 'tempat sampah' untuk membantu menampung sementara 'sampah-sampah' kita. Si 'Tempat Sampah' ini bisa beragam rupa, mulai dari buku harian, berwujud manusia, bahkan bisa jadi hewan peliharaan kesayangan.
Duluuuuuu sekali, jaman abege ;p, 'tempat sampah' saya adalah buku-buku harian saya. Merekalah yang setia menjadi tempat saya mencurahkan kekonyolan saya karena jatuh cinta, kesedihan saya saat patah hati dan kekesalan saya karena keusilan keluarga saya. Agak dewasaan sedikit, curhatan saya bertransformasi menjadi rangkaian puisi , yang kadang-kadang, hanya saya yang mengerti maksudnya. Sengaja membuat sedikit lebih 'canggih' supaya keluarga saya (baca: Mama dan Kakak semata wayang saya) tidak mengerti saat usil membacanya ;p.
Itu dulu, kalau sekarang saya punya beberapa 'tempat sampah' kesayangan berwujud my Soulsisters dan my bestie. Merekalah yang selalu ada saat saya down dan setia mendengarkan curhatan saya. Mulai dari masalah kerjaan sampai ide-ide dan sisi 'liar' saya yang kadang sangat 'gelap'. Merekalah yang saat ini paling tahu 'jeroan' saya. They knew my dark side and they still love me just the way I am. Thank you soooo much. Tentu saja, saya tidak keberatan menyediakan kuping dan menjadi 'tempat sampah' buat mereka juga, kapanpun mereka butuh. Thank you again for put your trust on me. I'll keep it. You are the best, pals. Not just in happiness moment, but also and the most important, you always there when I'm down. Thank you...thank you...thank you...and thank you. *Hugs*
Itu cerita saya tentang 'Tempat Sampah' kesayangan saya. Kalau kamu bagaimana?
Saat saya sedih, kesal, dan marah banget, jarang saya bisa langsung ungkapkan. Biasanya saya endapkan terlebih dahulu, nah kalau sudah 'nyesek' banget barulah saya 'nyampah'. Hiiiks saya agak kurang bisa mencari padanan kata yang lebih beradab dari 'nyampah', karena hakekatnya sama. Membuang 'sampah' aura negatif supaya setelah itu saya bisa lebih 'bersih'.
Untuk membuang 'sampah' itu, rasanya kita semua pasti membutuhkan 'tempat sampah' untuk membantu menampung sementara 'sampah-sampah' kita. Si 'Tempat Sampah' ini bisa beragam rupa, mulai dari buku harian, berwujud manusia, bahkan bisa jadi hewan peliharaan kesayangan.
Duluuuuuu sekali, jaman abege ;p, 'tempat sampah' saya adalah buku-buku harian saya. Merekalah yang setia menjadi tempat saya mencurahkan kekonyolan saya karena jatuh cinta, kesedihan saya saat patah hati dan kekesalan saya karena keusilan keluarga saya. Agak dewasaan sedikit, curhatan saya bertransformasi menjadi rangkaian puisi , yang kadang-kadang, hanya saya yang mengerti maksudnya. Sengaja membuat sedikit lebih 'canggih' supaya keluarga saya (baca: Mama dan Kakak semata wayang saya) tidak mengerti saat usil membacanya ;p.
Itu dulu, kalau sekarang saya punya beberapa 'tempat sampah' kesayangan berwujud my Soulsisters dan my bestie. Merekalah yang selalu ada saat saya down dan setia mendengarkan curhatan saya. Mulai dari masalah kerjaan sampai ide-ide dan sisi 'liar' saya yang kadang sangat 'gelap'. Merekalah yang saat ini paling tahu 'jeroan' saya. They knew my dark side and they still love me just the way I am. Thank you soooo much. Tentu saja, saya tidak keberatan menyediakan kuping dan menjadi 'tempat sampah' buat mereka juga, kapanpun mereka butuh. Thank you again for put your trust on me. I'll keep it. You are the best, pals. Not just in happiness moment, but also and the most important, you always there when I'm down. Thank you...thank you...thank you...and thank you. *Hugs*
Itu cerita saya tentang 'Tempat Sampah' kesayangan saya. Kalau kamu bagaimana?